SETElah idul Fitri

02.48 0 Comments

Ramadan menyisakan banyak cerita indah. Ada bahagia yang membuncah, ada kisah yang sangat indah. Di bulan ini ada amal yang tersemat perlahan. Dipelihara sejak awal mula, dirintis dengan banyak doa. Meski saat itu hati berdegup kencang, bertanya, apakah memang sudah saatnya. Tapi nampaknya Allah meniupkan hawa keyakinan yang menguatkan azzam. Tekad yang menyala untuk berubah di bulan penuh dengan ampunan.
Mungkin ada di antara kita yang menemukan secercah hidayah. Mencoba memeluknya kuat-kuat dan ingin berdiri tegak di atasnya. Namun nampaknya ujian dan godaan begitu besar. Sehingga dahsyatnya badai hampir saja meluluhkan pegangan tangan. Deru angin hampir saja memecah konsentrasi diri sehingga ingin lepas dari hidayah Ar Rahman.

Kini kita masuk di bulan Syawal. Bulan pembuktian atas pelatihan selama Ramadan. Bulan inilah yang nantinya akan menentukan, apakah kita benar-benar seorang pemenang. Ataukah selama ini kita hanya bermain-main saja. Doa yang kita panjatkan selama Ramadhan seharusnya menjadi sebuah keseriusan. Ia bukan hanya lips service, sebatas kata-kata indah belaka. Namun ia adalah permintaan dan harapan. Ia bukan hanya sebatas lantunan doa yang melankolis, mengundang tangis. Namun doa-doa itu yang akan didengar Allah. Dan bisa jadi Allah akan mengabulkannya di bulan Syawal ini.
Inilah bulan Syawal itu. Bulan untuk kita lebih giat lagi beramal. Bulan yang harus dijaga konsistensi amal kita. Jangan kena virus malas dan menunda. Malas melanjutkan kebaikan selama Ramadhan, dan selalu menunda datangnya kebaikan-kebaikan amal berikutnya. Inilah bulan motivasi hati dan pikiran. Bulan untuk menghasilkan karya terbaik, bagi diri, keluarga dan umat Islam.
Abu Ayyub al-Anshari radhiallaahu ‘anhu meriwayatkan, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun.” (HR. Muslim)
Ada satu amalan yang sangat dianjurkan Nabi. Hadist di atas menyebutkan bahwa amalan itu adalah berpuasa selama 6 hari di bulan Syawal. Dalam hadist yang lain disebutkan,
Imam Ahmad dan an-Nasa’i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa Ramadhan ganjarannya sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka bagaikan berpuasa selama setahun penuh.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hubban dalam “Shahih” mereka)
Inilah sebuah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. Karena ibadah inilah yang akan menyempurnakan setiap tekad di hati kita. Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
Puasa Syawal dan Sya’ban bagaikan shalat sunnah rawathib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan. Bukankah pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunah? Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
Puasa ini juga menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta’ala menerima amal seseorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan, “Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya.” Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan sesuatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk, maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
Sudah selayaknya kita berburu kebaikan di bulan ini. Menjadi hamba yang lebih peka terhadap ketaatan akan Rabbnya, dan selalu menjadi hamba yang bersyukur atas apa yang telah Allah berikan pada kita. Lanjutkan kebaikan yang sudah diukir indah, agar kebaikan itu menjadi kebiasaan yang baik. Dan mulailah mengikis keburukan yang telah dilakukan, dengan taubat kepada Allah memohonkan ampunan yang besar.

0 komentar: